Ekonomi

Catatan Awal Tahun Pedagang Pasar: Lenyapnya Tahu Tempe – Kabar Ekonomi

[ad_1]

Jakarta, SIARKABAR.com —

Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) memberi sejumlah catatan penting kepada pemerintah agar serius membenahi tata niaga bahan pangan di tanah air. Catatan ini merujuk pada fenomena yang terjadi pada awal tahun ini, yaitu tahu dan tempe yang lenyap di pasar tradisional karena stok habis dan mahalnya harga kedelai hingga harga cabai yang kian pedas sampai tembus Rp100 ribu per kilogram (kg).

Ketua Bidang Organisasi DPP IKAPPI Muhammad Ainun Najib mengatakan tahu dan tempe sempat lenyap di pasar tradisional karena perajin sempat menghentikan produksi mereka. Hal ini terjadi karena perajin tak mampu membeli bahan baku berupa kedelai lantaran harganya yang tengah melejit.

“Memasuki 2021, kita dikejutkan oleh beberapa bahan pangan yang mencuri perhatian publik. Salah satunya adalah kedelai atau tahu tempe yang sempat hilang dari peredaran beberapa hari lalu,” kata Muhammad dalam keterangan resmi, Senin (4/1).







Padahal, menurut Muhammad, harga kedelai seharusnya tidak setinggi itu karena stok di dalam negeri masih cukup banyak. Mengutip data dari Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Suhanto, disebutkan bahwa stok kedelai di dalam negeri masih berkisar 450 ribu ton.

Jumlah itu seharusnya masih cukup untuk memenuhi kebutuhan kedelai dengan harga normal bagi perajin tahu dan tempe. Tapi faktanya, harga kedelai justru kian mahal dari importir.

“Importir memberlakukan harga ke pengrajin sama seperti harga kenaikan kedelai yang terjadi saat ini sehingga stok itu dijual dengan harga yang sekarang,” tuturnya.

Hal ini yang kemudian membuat perajin tahu dan tempe menjerit dan memilih menekan rem produksi, sehingga kelangkaan tahu dan tempe terjadi di tingkat konsumen. Menurutnya, kondisi ini terjadi karena pemerintah minim pengawasan di lapangan, khususnya terkait stok dan distribusi kedelai dari importir.

Selain itu, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan juga tidak bisa melakukan intervensi stok kedelai. Hal ini membuat stok di lapangan sepenuhnya bergantung pada permainan importir.

Kementerian Perdagangan, katanya, juga tidak mampu menghimbau importir agar bisa memutar stok mereka sesuai harga impor dulu sebelum harga kedelai di pasar dunia merangkak. Padahal, hal ini memberikan ketidakadilan bagi perajin tahu dan tempe serta masyarakat, namun hanya menguntungkan importir.

“Maka dari itu kami meminta Sekjen Kemendag cukup getol menjadi juru bicara importir untuk menekan importir agar dengan stok 450 ribu itu harganya tetap sama dengan harga yang lama,” tuturnya.

Selain tahu dan tempe, IKAPPI juga memberi catatan awal tahun kepada pemerintah terkait harga cabai yang semakin pedas. Jelang akhir tahun, Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan sempat kompak menyebut stok cabai masih aman, tapi faktanya harga terus menanjak hingga sempat tembus Rp100 ribu per kg.

“Hari ini di beberapa pasar di Jakarta, harga cabai rawit merah masih Rp90 ribu, ini menurut IKAPPI tidak normal,” tekannya.

Atas kondisi ini, IKAPPI ingin pemerintah membenahi tata niaga bahan pangan agar jumlah stok dan harga bisa terpantau secara baik dan real time. Dengan tata niaga yang baik, ia menilai kelangkaan stok dan kenaikan harga di masa depan jadi bisa diantisipasi sejak jauh-jauh hari.

“Selama ini bertahun-tahun kita melihat bahwa jika panen raya maka harganya jatuh sehingga petani merugi, tapi jika bahan sulit maka harganya naik. Itu yang harus mendapatkan perubahan,” jelasnya.

IKAPPI memberi masukan agar pemerintah membuat pemetaan secara komprehensif berisi wilayah produksi bahan pangan dan berapa jumlah produksinya. Harapannya, pemerintah punya sistem data bahan pangan dari waktu ke waktu.

“Kami harapkan di 202 kita lebih siap menghadapi tata niaga pangan sehingga tidak terjadi lagi gejolak pangan yang selama ini terjadi dan pemerintah tidak perlu menjadi pemadam kebakaran jika gejolak baru bekerja, jika tenang ya tenang-tenang saja,” ungkapnya.

Tak hanya persoalan lenyapnya tahu tempe dan tingginya harga cabai, IKAPPI juga meminta pemerintah memantau pergerakan stok dan harga bahan pangan lain. Mulai dari telur ayam ras, daging ayam ras, cabai-cabai jenis lain, bawang merah, bawang putih, hingga minyak goreng yang sempat mengalami kenaikan harga pada akhir tahun lalu.

“Karena 2020 kita mengalami banyak persoalan pangan, walaupun kita tahu bahwa daya beli masyarakat terus menurun karena pandemi covid-19,” pungkasnya. 

[Gambas:Video CNN]

(uli/age)




[ad_2]

Source

Editor

Tahun 2020, Kunjungan Turis Asing ke Indonesia Tak Sampai 4 Juta – Lifestyle

Previous article

Anak 12 tahun tuntut Tiktok karena keamanan data – Kabar Tekno

Next article

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *